Friday, May 24, 2013

Kertas

Aku teringat kisah sahabat. Satu setengah. Ya, jumlahnya satu setengah. Begitu unik, langka, aneh, tapi justru itu yang membuatku tak pernah melepaskan pandangan darinya.  Padanya tersimpan keajaiban, yang tidak pernah aku miliki. Ide, karya, ciptaan, bahasa, kosakata, semua beda. Karena beda aku berwarna. Karena begitu berbeda, aku rasa mereka begitu berwarna.

Hari-hari warna-warni ku sirna sudah. Entah kemana lagi harus ku cari, warna-warna gradasi duniaku yang mampu membuatku menjadi lebih berwarna dari pelangi. Aku tak mampu mengingat campuran warnanya. Berapa takarannya, seberapa kental larutannya, seperti apa takarannya, karena itu aku tak lagi mampu menciptakan gradasinya, di sini. Mungkin belum waktunya. Atau mungkin belum. Hanya belum. 

Kuputarkan bola duniaku pada hamparan merah sekarang. Segalanya nampak merah, tenang, stabil, keras, nampak berani, harus berani, bak pertandingan panas. Tak ada merah muda yang ceria, usil, riuh, ataupun biru yang tenang, luas, mengalir, tegas. 

Sekarang latar kertasku, merahku, harus siap ditumpahkan oleh cerah cercah warna lain. Kurasa, mereka juga begitu. Keinginanku menjadi penumpah ide, walaupun tak sirna, kuakui aku kehilangan warnanya.  Ya, Ini hanya masalah waktu. Waktu.

Thursday, May 09, 2013

1000kali

Jika kukatakan pada malam aku punya terang lebih daripada 1000 bintang terang tercintanya, akankah aku terbesit terlintas di gelapnya? 

Pabila kukatakan pada bulan aku punya terang lebih hingga mampu memoles kemolekannya lebih dari terang tercintanya, akankah disandarkannya aku pada percayanya? 

Kalau kubisikkan pada angin aku punya ladang bunga terluas tercantik hingga begitu mempesona dunia yang mampu membuatnya semakin menumbuhkan keindahan, akankah ia memutar sedikit pandangannya dan menatapku percaya? 

Kalau seluruh bualan ini kulontarkan kemudian diberikannya aku belaian sahabat lama, akankah aku sekali lagi menemukan terang yang lebih terang 1000 kali lebih terang, dari yang mereka cinta? 

Thursday, May 02, 2013

Sekelebat cakap muncul di pangkal mimpi

Pernahkan... Seorang ibu berkata pada anaknya dengan kalimat "nak, makan lah makanan yang kamu suka dan buanglah yang kamu tidak suka. Tak apa-apa... Makan saja yang kamu suka. Yang penting, kamu suka"

Kemudian, pernahkan seorang ayah berkata kepada anaknya dengan kata "nak, bisakah kamu memikirkan permainan mu dulu sebelum makanan? Sudah... Main saja dulu. Makan itu bisa nanti. Toh... Kalau makan, tak di minta pun kau akan menyuapnya sendiri. Main saja. Kau tak akan punya pikiran lain ketika kau makan dengan lapar, tapi tidak dengan main. Karena ketika main, kau pasti akan punya rasa lapar"

Lalu, kalau aku berkata akulah si anak. Dan kemudian aku berkata lagi, aku akan jadi orangtua. Lalu lalu lalu, apa yang harus kukatakan pada anakku? Setelah kebenaran ada... Setelah kata-kata... Hanya untaian bunga bibir.

Lipat tangan, duduk pada kursi goyang. Usap peluh, ayunkan cangkul ke tanah gersang. Lipat baju, pinggirkan batu ke pinggir jalan. Raih kotoran, merunduk masuk belukar.

Tak ada pilihan yang buruk. Ya...tak ada... Selagi suka, selagi ada putih menebas hitam dalam-dalam. Selagi suka... Selagi ada bunga bibir yang masih mampu tumbuh sekalipun musim gugur.

Bagaimana,

Suka?

Aku disini

Kepada biru kuacungkan jari
Selimut sepoi bingkis gemercik mimpi

Kata orang, makin tua makin mengerti
Makin tua, makin mati
Maka aku... Akan jadi 'kata orang'
Dengan lepas selimut, dan turunkan tangan lelah
Lepaskan seluruh beban dan diam dibawah biru
Putih... Biru... Kelabu
Temanku berganti, banyak

Lama kutimang seribu warna
Lama ku cicip jutaan tembang
Sayang... Ternyata aku bukan mereka
Maka... Dengan takut kupilih mati dengan lelah
Ketimbang mati dengan dahaga, hampa
Maka, sebelum waktu memberikan tempat
Kupilih jalan riuh sekerjap cahaya
Dan kepada yang di sebrang sana kan kukatakan
Kalau aku, dengan berani telah memilih mati dengan lelah. Lihat kan? Aku disini
Kukatakan, aku di sini

Camkan,
Makin tua, makin mengerti
Makin tua, makin ingin mati
Maka setidaknya kunikmati posisi mengerti
Sekalipun yang manakah yang bisa di sebut posisi... Sukar ku pahami
Yang manakah yang harus mengerti... Bahkan kutanyakan pun takkan ada arti