Wednesday, May 18, 2011

another unfinished project :D

"AYO SERAAAANNNGG!!"
Riuhnya lapangan sontak membuatku tertegun. Hati kecilku sibuk mengeluarkan apa yang selama ini tak pernah ku keluarkan. "Mungkin, ada baiknya bila aku bersenang-senang seperti mereka". Bingkai bening yang tegak menutupi mata ku melorot seketika. Aku hanya sibuk menaikkannya sambil mengatur buku-buku di tanganku. Tak ada yang peduli padaku. Mereka senang, nampak begitu di mata ku. Aku hanya melihat tanpa berkomentar. Mulutku rapat dan tanpa sadar aku semakin dekat dengan lapangan. Riuh suara anak-anak semakin jelas terdengar di telinga ku. Silih berganti perasaan itu masuk mengisi hati. Mulai dari cemas hingga ketenangan. Dari kecemburuan menjadi kebahagiaan. Dari muak menjadi kagum. 
"Hei tolong ambil bola itu!"
Seorang anak lusuh menunjuk-nunjuk sepatu ku. Ah... ada bola. Kuletakkan buku-buku ku di tanah dan kulemparkan bola itu padanya. 
"Trimakasih!" Ucapnya singkat.
"ss..ama....sama.." Ucapku gugup. Ia tertawa.
Sepatu yang ia kenakan sama lusuhnya dengan pakaiannya. Rambutnya yang pendek melebihi tengkuknya terlihat agak kecoklatan karena tanah. Wajahnya sangat kotor namun tetap menawan. Mungkin, karena sorot matanya yang penuh dengan kebahagiaan. Ekspresinya membuat ia terlihat sangat berseri-seri. Sekali lagi, menawan. Berbeda denganku. Walaupun yang ku kenakan baju yang begitu bersih, aku nampak tak hidup. Kulihat anak-anak perempuan sebaya dengan ku menatapku dengan mata yang terbelalak. Bukan karena terkejut, aku yakin mereka hanya kagum. Memang, aku mengenakan pakaian yang teralu baik. Apalagi untuk tempat seperti ini. Lapangan becek yang penuh lumpur dan sisa potongan rumput. Ibuku teralu bersemangat karena kakak akhirnya bersedia mengajakku keluar rumah untuk menemui teman mainnya. Aku dikenakan sepatu merah darah lengkap dengan pita lipit yang mengelilingi bagian pergelangan kaki ku. Ditambah dengan list hitam yang berkilau, sepatu ini memang tak cocok untuk di kotori di tempat ini. Pakaian ku teralu banyak renda dan lipatan. Ah.. juga pita dan kancing. Ini menyebabkan siangku menjadi dua kali lipat lebih panas. Pakaian putih ini menjadi agak kotor di bagian depan setelah aku mengambilkan bola untuk anak tadi. Sepertinya, aku paham mengapa anak-anak perempuan itu menatapku dengan mata seperti itu. Rambutku coklat keemasan, bergelombang. Yap rambut ini semakin terlihat mahal akibat ibu yang menambahkan asesoris tak penting yang cukup membuatku pegal. Mulai dari bandana hingga jepit-jepit kecil yang membuat poni ku tertarik ke belakang hingga wajahku semakin mudah dilihat orang. Aku lelah menjadi boneka.

Buku-buku yang tadi ku letakkan di tanah kini menjadi sangat kotor akibat bola yang tanpa permisi melintas diatasnya. Mau ku berteriak, tapi ternyata aku tak bisa. Tenggorokan ku tiba-tiba tercekat dan seketika aku mengalami kendala bahasa yang banyak dialami oleh suster-suster ku dirumah. 

Dari jauh kulihat kakak berlari menghampiriku yang seperti patung etalase, hanya berdiri dan tanpa senyum. Kakak tersenyum sangat lembut, kemudian ia mengambil buku-buku disamping sepatu ku dan membersihkannya dengan pakaian yang ia kenakan.
"Bukankah ini buku-buku favoritmu En? Kasihan mereka jadi kotor..."
Ia menyodorkan buku-buku itu padaku, dengan sangat lembut. Perlakuannya padaku membuat tubuhku seketika mencair dan wajahku terasa lebih lentur. Aku tersenyum.
"Tadi ada bola yang mengotorinya... aku mau marah tapi..."
Aku tercekat, lagi. Kakak dengan senyumnya yang menawan-semenawan anak tadi-melihatku dengan sangat dalam. Ia melepas bandana ku dan mengelus kepala ku dengan sedikit bertenaga.
"Tapi apa?"
"Tapi susah.."
"Hahahahhhaha itulah Enna yang kakak kenal"

-unfinished project- :D


No comments:

Post a Comment

silahkan tulis komentar anda :D